Ini Yang Bikin Rupiah Terguncang

yourswindow.blogspot.com

Nasib rupiah sepertinya sangat bergantung pada pergerakan kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS). Normalisasi kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) cukup membuat rupiah terus tertekan. 

Isu kenaikan suku bunga The Fed berhasil membuat semua mata uang negara di dunia berguguran, tak terkecuali Indonesia. Di awal tahun, rupiah masih berada di posisi sekitar Rp 12.000, saat ini dolar AS menekan rupiah di level sekitar Rp 13.300.

Apa penyebab sebenarnya?

Analis Pasar Uang Farial Anwar mengungkapkan, banyak faktor yang membuat mata uang Garuda tertekan. Hal paling berkontribusi adalah isu kenaikan suku bunga bank sentral AS, The Fed.

"Isu ini sudah muncul 2 tahun terakhir, kita terombang-ambing nggak jelas, kapan mereka mau menaikan suku bunganya, kita semakin lama dibuat tidak pasti. AS terus menguat, rupiah terus tertekan," jelas dia kepada detikFinance, Kamis (18/6/2015).

Selain itu, ekonomi Eropa yang juga dalam tekanan karena Yunani tidak mampu membayar surat utangnya, membuat dolar AS perkasa terhadap euro. Jepang dan China juga demikian, kondisi perekonomiannya tengah melambat.

"Ekspor kita terhambat, ini juga menekan rupiah," katanya.

Dari dalam negeri, Farial menyebutkan, Indonesia masih menanggung defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD). Meskipun neraca perdagangan mulai membaik, namun belum mampu mendorong penguatan rupiah.

"Belum lagi masih banyak orang kita transaksi di dalam negeri pakai dolar AS. UU No.7/2011 tentang mata uang itu tidak efektif karena tidak dijelaskan transaksi apa saja yang dilarang pakai dolar, ini sangat mengganggu rupiah, nah dengan PBI yang baru diharapkan bisa membantu," terang dia.

Ditambah lagi, lanjut Farial, banyak eksportir yang menyimpan uangnya di perbankan Singapura karena dianggap sebagai surga penyimpanan uang.

Karena Indonesia dan Singapura tidak memiliki kerjasama ekstradisi, hal ini dinilai aman bagi para eksportir jika di kemudian hari 'ada masalah' dengan uang simpanan mereka.

"Eksportir kita menempatkan dolarnya di Singapura yang dianggap sebagai surga penyimpanan uang. Mereka menganggap lebih aman, jadi kayak koruptor menyimpan duit di sana, itu nggak bisa dikejar, tidak bisa ditangkap," kata Farial.

Karena situasi ini, banyak orang memilih memegang dolar dan tidak mau melepasnya. Pasar dibuat terombang-ambing dengan ketidakjelasan The Fed tersebut. Atas dasar itu, para investor enggan melepas dolarnya, mereka berharap dolar AS terus menguat sehingga bisa mendapatkan keuntungan lebih tinggi atas simpanan dolarnya.

"Apa penyebab rupiah tertekan? Saya tanya kalau keadaan lagi begini, perkiraan dolar AS juga masih akan naik terus, siapa yang mau jual dolar? Mereka pasti pilih dolar," ucap Farial.
Dia melihat, suku bunga The Fed diperkirakan akan naik di tahun depan. Hal itu setidaknya bisa menjadi pegangan para investor untuk tetap menyimpan dolarnya. 

"Isu kenaikan suku bunga AS sudah 2 tahun terakhir terombang-ambing nggak jelas. Sekarang ada usulan ditunda sampai tahun depan, jadi baru tahun depan dinaikkan, ini jadi masalah, spekulan sudah melakukan buy on rumor, AS terus menguat," jelasnya.

Farial mengatakan, pemerintah perlu agresif dalam menangani masalah mata uang yang merupakan kedaulatan bangsa.

Peraturan Bank Indonesia (PBI) soal kewajiban transaksi di dalam negeri menggunakan rupiah, diharapkan sedikit membantu mengurangi tekanan terhadap rupiah.

"Untuk pemerintah, saya sarankan buat rezim devisa terkendali, bukan devisa bebas, jangan biarkan asing keluar masuk secara bebas," tegasnya.

Sumber : Detik Finance
Share on Google Plus

About Farih

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar :

Post a Comment